Urgensi Hingga Rancangan Regulasi Kekerasan Seksual oleh UNAIR dalam Webinar APHSA

    Urgensi Hingga Rancangan Regulasi Kekerasan Seksual oleh UNAIR dalam Webinar APHSA
    Sesi Pemaparan Materi (Foto: SS Zoom)

    SURABAYA – Divisi Kajian dan Keprofesian, Airlangga Public Health Association (APHSA) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kesehatan Mahasiswa UNAIR resmi menggelar webinar bertajuk ‘Darurat Kekerasan Seksual terhadap Fenomena Kesehatan Mental Remaja pada Lingkup Pendidikan’ pada Sabtu (12/03/2022). Salah satu dosen Fakultas Psikologi UNAIR yang juga bertugas di Help Center UNAIR Dr Ike Herdiana MPsi dihadirkan sebagai salah satu pemateri. Diikuti oleh lebih dari 100 peserta, webinar tersebut dibuka dengan uraian urgensi kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan.

    Pemaparan materi pagi itu dibuka Ike dengan menjelaskan perbedaan antara pelecehan seksual dengan kekerasan seksual. Menurutnya, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang merendahkan, menghina, menyerang, atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang dan atau fungsi reproduksi. Tidak hanya itu, sambungnya, hal-hal tersebut juga secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas. 

    “Lalu, apa pelecehan seksual? Sebenarnya, pelecehan seksual ini bagian dari kekerasan seksual. Jadi, pelecehan seksual ini adalah salah satu bentuk dari kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, ” papar Ike.

    Selanjutnya, Ike juga menjelaskan beberapa faktor yang menjadikan seseorang bisa menjadi pelaku kekerasan seksual. “Ada faktor individual dan relasional. Selain ada faktor individual dan relasional, ada juga yang disebut sebagai faktor lingkungan sosial. Jadi, artinya, ada faktor yang dari luar diri seseorang, ” jelasnya. 

    Dosen yang pernah menempuh pendidikan S-1 di Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran itu juga mengulas Permendikbud No.30 Tahun 2021 terkait Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi yang pernah menyedot perhatian publik. “Di luar adanya kontroversi itu, saya, dibandingkan dengan menunggu RUU PKS disahkan, yang sampai saat ini tidak kunjung disahkan, adanya Permendikbud No.30 ini cukup menjadi angin segar untuk Perguruan Tinggi karena berarti sudah ada concern, ” tuturnya.

    Dalam penjelasan mengenai SOP Penanganan Kasus Seksualitas di Kampus, Ike mengungkap rencana UNAIR terkait hal ini. “UNAIR sudah membuat SOP-nya untuk penanganan kasus seksualitas di kampus, draft-nya sudah jadi, rancangannya juga sudah oke, tinggal disahkan, ” eksposnya.

    Tak kalah penting, Ketua Program Studi Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi UNAIR itu menekankan bahwa pelecehan dan kekerasan seksual mengakibatkan dampak psikologis yang akan dialami oleh korban. Hal itu, lanjutnya, yang menjadi dasar banyaknya kerugian yang dirasakan korban kasus tersebut. 

    “Sekali lagi saya tegaskan, di dalam konteks pelecehan kekerasan seksual, yang salah adalah pelaku. Jadi, korban sebaiknya tidak menyalahkan diri sendiri karena ketika sudah menyalahkan diri sendiri, hancur semua hidupnya, ” pesan Ike sebagai penutup webinar.

    Penulis: Leivina Ariani Sugiharto Putri

    Editor : Nuri Hermawan

    SURABAYA
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Dosen UNAIR: Ekonomi Islam Bukan Lagi sebagai...

    Artikel Berikutnya

    KAI Daop VII Madiun Bersama Komunitas Rail...

    Komentar

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Kodim 0824/Jember Gelar Donor Darah Peringati Hari Juang TNI AD ke-79 dan HUT Kodam V/Brawijaya ke-76
    Hendri Kampai: Menakar Kinerja KPK Memberantas Korupsi, Sebuah Refleksi Angka dan Realita
    Sinergi TNI dan Masyarakat di Hari Juang TNI AD melalui UMKM dan Layanan Kesehatan