SURABAYA – Berhasil menyelesaikan studi magister dengan predikat double degree tentu menjadi impian banyak orang. Prestasi tersebut berhasil diraih Andina Primadini Istiana, mahasiswi Program Studi Pascasarjana Magister Manajemen Teknologi (MMT) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang meraih gelar ganda di Chongqing University, Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Mimpi Internasionalisasi Andin
Berkuliah ke luar negeri memang sudah menjadi mimpi perempuan yang akrab disapa Andin ini. Mulanya Andin berambisi mengejar beasiswa melalui program Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Sayangnya, terdapat persyaratan yang membuat Andin gagal memenuhi kualifikasi, yakni nilai International English Language Testing System (IELTS). “Saat itu, nilai IELTS minimal yang diminta adalah 6.5, sedangkan nilai saya di angka 6, ” kenang perempuan asal Balikpapan tersebut.
Gagal mendaftarkan diri pada LPDP, Andin akhirnya memutuskan mengambil program magister di MMT ITS. Siapa sangka, MMT ITS memberikan kesempatan gelar ganda bagi mahasiswanya di Chongqing University, RRT. Mimpi lamanya yang terkubur muncul kembali, Andin merasa tak ada salahnya mencoba mendaftarkan diri.
Baca juga:
STTAL Ciptakan Prototipe Drone Dua Media
|
Sebelum memantapkan hati untuk mendaftar program tersebut, Andin mengaku kerap berselancar di internet guna mencari informasi seputar RRT dan Chongqing University. Selain ranking dan reputasi Chongqing University yang baik, banyaknya kantin halal dan tempat ibadah di sekitaran kampus menjadi pertimbangannya untuk segera terbang ke RRT.
Takdir memang tak pernah tertukar, Andin akhirnya lolos dan berkesempatan berkuliah di Chongqing University semenjak semester dua. “Saya mulai menjalani program ini sejak semester dua, tepatnya pada September 2019 dan berhasil lulus dari Chongqing University pada Desember 2021, ” ujar perempuan berkerudung itu.
Potret Andin (tengah) dan teman-temannya saat berada di RRT
Safari Andin dalam Berkuliah
Terbang ke RRT pada September 2019, Andin berhasil merasakan sistem perkuliahan di Chongqing University secara luring. Kedatangannya yang bertepatan dengan hari libur peringatan kemerdekaan RRT dimanfaatkan Andin untuk mengeksplor daerah sekitar kampusnya. “Libur sekitar seminggu itu saya manfaatkan untuk jalan-jalan dan memahami daerah sekitar, ” imbuhnya.
Setelah proses administrasi double degree-nya selesai, Andin menjalani perkuliahan di Chongqing University yang ternyata sistemnya berbeda dengan perkuliahan Indonesia. Ia menyebutkan bahwa sistem di sana memulai dan menyelesaikan mata kuliah secara bergantian. Sehingga, jadwal satu mata kuliah diselesaikan hingga pertengahan semester kemudian dilanjutkan dengan mata kuliah lainnya. “Dengan sistem ini, saya merasa lebih fokus mendalami tiap mata kuliah, ” ujarnya.
Di akhir Januari 2020, Andin kembali ke Indonesia dalam rangka libur musim dingin. Bersamaan dengan itu, Covid-19 mulai menyebar di seluruh RRT. Sejak itu pula, timpal Andin, perbatasan RRT telah ditutup untuk mahasiswa internasional sehingga dirinya tak bisa kembali ke Negeri Tirai Bambu tersebut. Sehingga, mulai Maret 2020 perkuliahan di Chongqing University akhirnya dilaksanakan secara daring.
Kebersamaan Andin dengan rekan-rekan internasionalisasinya yang lain
Pergantian mendadak menjadi daring tentu menjadi tantangan bagi Andin dalam menyerap materi. Salah satu alasan utamanya adalah komunikasi. Perempuan kelahiran Balikpapan, 17 Juni 1994 tersebut mengaku bahwa para pendidik di sana memiliki aksen China-English (Chinglish) yang khas dan kental. “Hal itu tentu membuat saya cukup kesulitan memahami maksud dan kalimat yang disampaikan, ” terangnya.
Soal bahasa sehari-hari, Andin mengaku tak kesulitan dalam berbahasa Tionghoa. Pasalnya, seluruh mahasiswa internasional di RRT diwajibkan untuk mengambil enam Satuan Kredit Semester (SKS) mata kuliah Hànyǔ Shuǐpíng Kǎoshì (HSK). HSK merupakan ujian standardisasi RRT dalam kemahiran berbahasa bagi penutur asing, yaitu mahasiswa asing, pendatang dari luar, dan anggota kelompok etnis minoritas di Tiongkok.
Saat itu, sambung Andin, terdapat enam tingkatan HSK dan mahasiswa asing diwajibkan untuk lulus HSK level tiga. Anak kedua dari tiga bersaudara tersebut mengaku sangat terbantu dengan materi yang diajarkan dalam HSK karena yang dipelajari hanyalah seputar kalimat survival atau kalimat dasar. “Selain itu, saya juga sempat mengambil kursus privat di sana untuk semakin mengasah kemampuan berbahasa Tiongkok, ” ungkapnya.
Potret Andin saat berada di pusat perbelanjaan di kawasan Tiongkok.
Pesan Sebelum Perpisahan
Tuntutlah ilmu sampai Negeri China, sebuah ungkapan yang pas untuk menggambarkan seorang Andin. Baginya, tak ada salahnya untuk menjajal hidup di berbagai negara. Dengan begitu, seorang manusia menjadi lebih bisa mengenal dan mempelajari kebudayaan lain sekaligus mendapatkan pengalaman baru. “Di dalam Al-Quran juga sudah dijelaskan bahwa kita diminta mempelajari seluruh bumi dan isinya. Ambil baiknya, buang buruknya, ” tegas Andin.
Jalan tak selalu mulus, begitu juga yang dirasakan oleh Andin. Selama menempuh studi di ITS, dirinya mengaku mendapatkan banyak tantangan. Namun berkat dukungan kedua orang tuanya, Andin berhasil menyelesaikan studinya dan lulus pada Wisuda ITS ke-125 Maret lalu. “Ketika saya merasa terpuruk, yang saya ingat adalah perjuangan orang tua untuk menyekolahkan saya ke jenjang yang tinggi, ” bebernya.
Ke depan, Andin menargetkan dapat mengembangkan bisnis milik keluarganya. Di akhir perbincangan bersama tim ITS Online, dirinya berpesan kepada para mahasiswa di luar sana agar tak menjadi beban bagi orang lain. “Semoga mahasiswa ITS yang lain juga mampu menjadi insan yang bermanfaat dari lingkungan terkecil hingga masyarakat luas, ” tutupnya. (*)
Reporter: Erchi Ad’ha Loyensya
Redaktur: Gita Rama Mahardhika